Perceraian bukan sekadar perpisahan rumah tangga, tetapi juga melibatkan aspek hukum, administratif, dan emosional yang cukup kompleks. Banyak orang memilih mengurus sendiri perkaranya, namun sering kali menemui kendala karena tidak memahami prosedur hukum yang berlaku. Kehadiran pengacara (advokat) dapat memberikan pendampingan profesional sekaligus memastikan bahwa hak-hak para pihak terlindungi sesuai dengan ketentuan hukum di Indonesia sebagai berikut :
- Kepastian Prosedur Hukum
Perceraian diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang kemudian diperbarui melalui UU Nomor 16 Tahun 2019. Bagi umat Islam, tata cara perceraian juga merujuk pada Kompilasi Hukum Islam (KHI), sedangkan bagi non-Muslim berlaku ketentuan dalam KUHPerdata. Dengan adanya pengacara, pihak yang bercerai dapat dipandu mengikuti alur hukum secara tepat, mulai dari penyusunan gugatan, pemanggilan sidang, hingga pembacaan putusan. Hal ini mencegah kesalahan administratif yang dapat menghambat proses.
- Efisiensi Waktu dan Administrasi
Mengurus perceraian membutuhkan serangkaian dokumen, antara lain akta nikah, KTP, kartu keluarga, dan bukti pendukung. Proses ini bisa memakan waktu lama bila ditangani sendiri. Berdasarkan Pasal 39 UU Perkawinan, perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan. Kehadiran pengacara memungkinkan sebagian besar urusan teknis—mulai dari persiapan berkas hingga menghadiri persidangan—dilakukan secara profesional, sehingga klien lebih hemat waktu dan tenaga.
- Perlindungan Hak-Hak Pihak yang Bercerai
Salah satu aspek paling krusial dalam perceraian adalah persoalan hak asuh anak (hadhanah) dan pembagian harta bersama (gono-gini). Menurut Pasal 41 UU Perkawinan dan Pasal 156 KHI, hakim dapat menentukan siapa yang berhak mengasuh anak serta bagaimana kewajiban nafkah ditanggung. Pengacara membantu memastikan agar putusan yang diambil adil, serta hak-hak klien tidak terabaikan, baik terkait anak maupun harta.
- Mengurangi Beban Emosional dan Memfasilitasi Kesepakatan
Selain menjadi pendamping hukum, pengacara juga berperan sebagai mediator yang bisa membantu pihak-pihak yang bersengketa mencari jalan damai. Dalam praktiknya, pengacara dapat mendorong kesepakatan damai sebagaimana diatur dalam Pasal 82 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (yang sudah diperbarui dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009). Kehadiran pengacara membuat proses lebih kondusif, sehingga perceraian tidak selalu harus berujung konflik berkepanjangan.
- Penyusunan Strategi Hukum yang Tepat
Setiap perkara perceraian memiliki latar belakang yang berbeda—mulai dari perselingkuhan, kekerasan rumah tangga, hingga perbedaan prinsip hidup. Berdasarkan Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, terdapat sejumlah alasan yang sah untuk mengajukan perceraian. Pengacara berperan menyusun strategi hukum sesuai alasan tersebut, menyajikan bukti yang relevan, dan menyampaikan argumen secara sistematis di hadapan hakim agar gugatan memiliki dasar hukum yang kuat.
- Mencegah Kerugian Hukum di Masa Depan
Putusan perceraian yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht) sulit untuk diubah kembali. Bila sejak awal terdapat kesalahan, pihak yang bercerai bisa mengalami kerugian jangka panjang, misalnya kehilangan hak asuh anak atau pembagian harta yang tidak adil. Dengan adanya pengacara, risiko tersebut dapat diantisipasi karena seluruh proses dijalankan sesuai prosedur hukum yang berlaku.
Penutup
Menggunakan jasa pengacara dalam perceraian bukan hanya persoalan teknis, melainkan juga jaminan agar proses hukum berjalan sesuai aturan yang berlaku di Indonesia. Dengan dasar UU Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam, dan KUHPerdata, pengacara membantu memastikan hak-hak klien terlindungi, proses lebih efisien, serta mengurangi beban emosional. Meskipun membutuhkan biaya tambahan, pendampingan hukum ini merupakan langkah bijak untuk menjaga kepentingan jangka panjang, baik bagi individu maupun keluarga.